Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2023
  INDAH RENCANAMU TUHAN Lilin advent terus bercahaya di kamarku, kendati bukan berwarna ungu. Kubiarkan terus bernyala dan bercahaya, saat menyambut hari baru, karena aku juga tak ingin Sang Cahaya sejati yang diwartakan Yohanes Pembaptis menemukan aku dalam selubung gelap; lambang dosa dan maut, sebagaimana diwartakan sang nabi di hari Minggu Gaudete, hari pertama pekan suci Natal, yang dikenal dengan nama Seven O. Biasanya hari pertama pekan suci natal, yang selalu jatuh tanggal 17 Desember, bacaan yang dikumandangkan adalah tentang tongkat kerajaan yang tak akan beranjak dari Yehuda sampai datang Dia yang berhak atasnya. Kisah Kejadian 49 ini kemudian dimahkotai dengan silsilah Yesus yang dihitung dalam kelipatan tujuh, sejak Abraham, yang ditenun dalam 42 generasi yakni Maria. Dari Marialah, generasi tingkat ketujuh akan menerima tongkat Yehuda itu. Yesus adalah generasi tingkat ketujuh. Sebuah tingkat yang dalam kisah penciptaan adalah tingkat paripurna, karena Allah melihat s
  YESUS DAN KEDATANGANNYA Hari Kedua Seven O Matius 1: 18-24 yang menjadi bacaan hari kedua Seven O menyingkapkan kisah yang menakjubkan. Menakjubkan karena   orang pertama yang menolak kedatangan Yesus bukan orang-orang Betlehem, melainkan Yosef, tunangan Maria. Penolakan itu bermula dari ketidakmampuan Yosef menyelami misteri kehamilan Maria dari kuasa Roh Kudus. Ketidakmampuan ini menimbulkan pra sangka buruk Yosef terhadap Maria. Dan dari prasangka buruk itu lahirlah penolakan serta rencana untuk menceraikannya. Selain itu, kisah ini juga menyingkapkan rasa takjub, karena Yosef dilukiskan sebagai pria yang saleh, tulus hati. Kesalehan itu dipancarkankannya dengan   tetap menghormati keputusan Maria tunangannya seraya tidak mau membuat heboh di tengah khalayak tentang rencana perceraiannya. Namun lebih dari itu semua, kesalehan Yosef semakin dikenal karena kendati sedang bergulat   dengan problem kehamilan Maria, yang sedang menjadi pergulatannya, ia tetap menyerahkan keputu
  JANGAN LUPA DIRI Lupa Diri adalah istilah   yang paling menyakitkan sekaligus paling memuakkan. Paling menyakitkan karena istilah ini menggambarkan pribadi yang tak lagi mengingat dan mengenal asal usulnya, dari mana ia berasal, bagaimana ia meniti hidup sejak dahulu sampai sekarang, siapa saja yang sangat berjasa dan berpengaruh dalam hidupnya, bagaimana suka dan duka, untung dan malang, masa-masa kelam dan pergulatannya. Isitilah ini juga paling memuakkan karena menggambarkan seseorang yang “berlagak” sangat berkuasa ketika sudah punya jabatan, tak mau tahu dengan orang dan mengasingkan diri, tak mau mengenal sahabat ketika sudah punya harta, dll.   Sebaliknya bagi orang yang tahu diri, apapun yang ia sandang dan apapun yang ia miliki selalu dilihat sebagai sebuah proses panjang dari banyak orang. Jabatan atau kekayaan tak akan membuat ia melupakan asal usulnya, masa lalunya, orang-orang yang berjasa atasnya, dll. Tahu diri dan jangan lupa diri adalah simpul ziarah dalam peka
  ADAKAH ANDA YANG DITEGUR OLEH ALLAH? Yes. 48: 17-19; Mzm. 1: 1-6; Mat. 11: 16-19   Kebanyakan orang cenderung baru menyadari bahwa ia mengidap penyakit yang berbahaya, ketika tubuhnya mulai bereaksi, apalagi ditopang dengan hasil diagnose medis. Ketika fenomena fisik tidak memberi signal apapun, seseorang cenderung berpikir bahwa ia dalam keadaan sehat. Anggapan seperti ini sejatinya sangat merendahkan martabat manusia, seakan manusia itu hanya fisik belaka, sama dengan hewan dan pepohonan. Manusia itu, kata Harold Kushner, adalah keutuhan tubuh-jiwa dan roh. Manusia adalah jiwa dan roh yang bertubuh; tubuh yang ber-jiwa dan ber-roh. Manusia itu makhluk rohani yang berjasmani; makhluk jasmani yang ber-rohani. Keutuhan jasmani-rohani itulah yang membuat manusia tidak hanya memiliki raga, tetapi juga memiliki hati, budi dan jiwa, pikiran dan perasaan, mental dan spiritual. Inilah kekhasan manusia yang tak ada pada ciptaan lain, hewan atau tumbuhan. Komponen-komponen rohani i
  BUKAN SEKEDAR GEMOY Yes. 41: 13-10; Mat. 11: 11-15 Gemoy menjadi salah satu istilah favorit generasi Z untuk salah satu kandidat presiden dalam musim kampanye yang sedang berlangsung saat ini. Secara leksikal, gemoy berasal dari kata gemas, jengkel tapi sayang. Istilah ini menjadi penuturan public saat ini, karena kemunculannya bukan karena analisis mendalam terhadap track record kandidat melainkan melulu karena luapan emosi semata terhadap seseorang. Gelar ini lebih menyentuh pada soal emosi subyektif ketimbang analisis obyektif. Pujian Yesus atas Yohanes Pembaptis hari ini pasti bukan karena   emosi subyektif Yesus atas ke-gemoy-an Yohanes Pembaptis. Sosok Yohanes Pembaptis dipuji pasti karena kesaksian hidup yang dilakoninya. Dan oleh karena itu pertanyaannya adalah siapakah Yohanes Pembaptis itu sehingga ia dipuji sebagai sosok yang tak tertandingi dari semua anak yang dilahirkan oleh perempuan, bahkan diberi gelar sebagai Elia yang akan datang itu? Untuk memahami ini, se
  ADVENTUS Datanglah Kepada-Ku Yes. 40: 25-31; Mat. 11: 28-20   Beban berat hanya bisa dipikul sesaat, itupun kalau masih cukup stamina. Selebihnya beban berat hanya melahirkan letih lesu yang menekan dan terus menekan. Kalau hanya sekedar beban fisik, keletihan tak seberapa dirasakan. Namun kalau mulai merambat ke beban pikiran sehingga menambah beban jiwa maka seseorang harus hati-hati karena hidup telah mengalami ketimpangan; ketidakseimbangan. Banyak orang yang tak pernah mencicipi kebahagiaan selain memamerkan wajah murung yang terus diperlihatkan dari hari ke hari; ada yang terpaksa   harus menjalani hidupnya di rumah sakit jiwa karena sensor kesadaran tak lagi berfungsi; bahkan ada juga yang mengakhiri hidupnya secara tiba-tiba, sejatinya karena akumulasi beban berat yang tak bisa dipikul oleh budi, jiwa dan raga. Kalau Yesus senantiasa mengundang siapa saja untuk selalu datang kepada-Nya, teristimewa yang letih lesu dan berbeban berat, karena memang Dia diutus Bapa
  ADVENTUS Masa Untuk Kembali Yes. 40: 1-11; Mat. 18: 12-14   Tersesat selalu membuat seseorang tidak menggapai apa yang ia damba, tak mencapai tujuan yang ia inginkan; sebaliknya membuat seseorang mencapi dunia lain yang tak pernah ia duga. Tersesat selalu merupakan kegagalan dalam perjalanan. Banyak orang yang akhirnya harus tersesat dalam hidup, sejatinya karena mereka melakoni hidup bagai domba yang sibuk mengamit rumput tanpa sejenak mengangkat muka melihat arah.   Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, dengan jalannya sendiri, dengan keasyikan sendiri dan lupa akan suara gembala yang membimbing dan menuntun. Selain egois-individualis, kebanyakan orang tersesat karena terlalu asyik dalam kegemerlapan kota besar, atau tenggelam dalam gelapnya rimba raya, atau karena bingung akan luasnya padang gurun.   Dalam kondisi-kondisi seperti ini mereka lupa sudah berada di mana dan tak tahu ke mana sejatinya arah yang akan mereka tuju. Tidak heran, Imanuel Kant, seorang filsuf dari
  BERANI MENDOBRAK Membangun Keutamaan Menerima Sakramen Tobat Bila anda masuk ke Museum Nelson Mandela, di Johannesburg-Afrika Selatan, anda akan mendengar di setiap lorong di museum itu, suara menggelegar dari sang pahlawan aphartheid ini: ” The brave man   is not he who does not feel afraid, but he who conquers that fear”( Orang berani bukan mereka tak punya rasa takut, tetapi mereka yang bisa mengatasi rasa takut itu). Saya rasa gelegar suara sang nabi Afrika ini memperlihatkan sebuah kebenaran yang sering tak terdeteksi bahwa keberanian tak pernah imun dari ketakutan; yang penting bagaimana cara mengatasinya. Dan Mendela yang memenangkan penindasan apharteid serta membuahkan kemerdekaan yang kini dicicpi oleh seluruh rakyat Afrika Selatan, berawal dari   kesanggupannya mengatasi ketakutan yang selalu menghantui hati dan pikirannya. Tampaknya perjuangan mengatasi rasa takut   itu yang dimiliki oleh si lumpuh. Lumpuh memang membuat hidupnya sangat-sangat terbelenggu. Matany
  ADVENTUS Masa Untuk Ber-Duc In Altum (habis) Manusia itu makhluk sejarah.   Ia hidup dalam tiga dimensi waktu: masa lampau, saat ini dan masa depan. Hanya orang bodohlah yang berpikr seakan ia hidup hanya saat ini, tanpa masa lampau dan tanpa masa depan. Kata Albert Einstein, walau manusia itu hidup saat ini, ia harus belajar pada masa lampau untuk berharap akan masa depan. Walau masing-masing dimensi waktu ( lampau-kini dan akan datang) berdiri sendiri, namun pada   manusia semua dimensi itu menyatu. “Saat ini” tak pernah berdiri sendiri terlepas dari jejak hidup yang pernah dilewati, pun pula tak pernah terpisah dari masa depan yang akan ia masuki. Itulah sebabnya, tidak pernah orang bisa memasuki masa depan dengan mata buta, pikiran sesat dan jiwa yang lumpuh. Masa depan hanya bisa dimasuki oleh mereka yang membuka mata melihat masa lampau dan memaknainya pada masa kini dengan pikiran yang lurus, karena dia tahu dan sadar akan arah yang akan dituju demi keselamatan jiwa.  
  ADVENTUS Masa Ber- Duc In Altum (4) Adventus sebagai masa bagi Gereja untuk menghidupkan lagi penantian akan Mesias, supaya umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan yang pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (KGK 524) itu, memicu Gereja awal untuk menjadikan hari Minggu yang dekat dengan Pesta Santo Andreas Rasul (30 November), antara tanggal 27 November sampai 3 Desember sebagai awal masa adventus. Mulai hari itu sampai Hari Minggu, tanggal 24 Desember, Gereja menetapkannya sebagai masa Adventus. Salah satu referensi paling awal mengenai periode persiapan menjelang Natal, yang kita sebut adventus, berasal dari tulisan St. Athanasius pada abad ke-4, meskipun praktik dan durasi persiapan ini bervariasi antara Gereja Timur dan Barat. Gereja Timur (orthodox) menekankan puasa dan pengampunan dosa pada masa ini, sementara Gereja Barat, khususnya di Roma, meletakkan dasar bagi apa yang sekarang kita ken
  ADVENTUS Masa Ber- Duc In Altum (3) Ajaran iman yang menyatakan bahwa dalam perayaan liturgy adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan yang pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (KGK 524), menimbulkan pertanyaan fundamental: siapakah Dia yang datang itu, sehingga kedatangan-Nya dinyatakan sebagai sebuah kejadian yang begitu dahsyat dan perlu sebuah persiapan lama? Yesaya menyatakan bahwa Dia yang datang itu adalah Imanuel (Yes. 7: 14). Imanuel berarti Allah menyertai umat-Nya (Mat. 1: 23). Dengan mengatakan Imanuel, yang berarti Allah menyertai umat-Nya, Yesaya hendak mnenegaskan sebuah peristiwa sebelumnya yang telah berlansung berabad-abad. Peristiwa itu adalah peristiwa Allah tidak lagi berjalan bersama; Allah tidak lagi berserta umat-Nya. Peristiwa ini yang disebut sebagai dosa. Dosa artinya putusnya hubungan manusia dengan
  ADVENTUS Masa Ber- Duc In Altum (2) Begitulah adventus dari pihak Tuhan. Sebagaimana sosok-Nya yang adalah misteri, bisa dijangkau namun tak bisa ditangkap utuh; demikian pula kedatangan-Nya. Kedatangan-Nya yang pertama, saat Ia berinkarnasi, adalah sebuah kepastian. Namun kedatangan-Nya kedua yang penuh kuasa sebagai Raja Semesta Alam tetap terselubung dalam misteri. Sebagaimana Musa mengalami dahsyatnya nyala api di Horeb serentak tak sanggup menyelami mengapa tetumbuhan tidak terbakar, atau seperti Maria yang mengalami dahsyatnya kuasa Allah yang menjadikan dirinya sebagai Bunda yang melahirkan Penebus namun tetap perawan; demikianlah misteri adventus. Pasti tetapi sekaligus tak tahu kapan. Misteri adventus yang bisa dijangkau tetapi tak bisa ditangkap utuh; pasti tetapi tak tahu kapan itulah, kata Matius dan Markus, harus menyadarkan manusia yang menantikan kedatangan Tuhan agar selalu membentuk sikap hidup yang waspada dan berjaga-jaga sebagai seorang hamba (Mrk. 13: 33-36
  ADVENTUS Masa Ber- Duc In Altum Lilin di kamar masih kubiarkan menyala. Sengaja kubiarkan karena kemarin sang Nabi memberi pesan kepada siapa saja agar memaknai adventus sebagai saat untuk berjalan dalam Terang Tuhan. Walau “berjalan dalam terang Tuhan” dimaksud sang Nabi sebagai moment mendengar dan menghayati Sabda Allah, yang adalah pelita dan cahaya bagi seorang peziarah, sebagaimana kata pemazmur; namun dengan membiarkan lilin terus menyala saya diingatkan untuk terus ber-duc in altum dalam Sabda-Nya. Apalagi hari ini, Tuhan seakan menyapa saya:” hai imamku, engkau adalah salah satu dari orang-orang yang kecil. Bukalah telingamu dan dengarkanlah… bukalah matamu dan lihatlah. Jangan tuli…jangan juga buta…” Dalam proses ber-duc in altum itu, whatsapp seorang umat menghampiri hpku memohon penjelasan yang lebih dalam tentang adventus. Saya gembira dengan permintaan ini seraya menduga jangan-jangan ia mewakili kebanyakan orang. *** “Adventus”. Begitulah Gereja Katolik me