Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2024
  JALAN SALIB-JALAN INSAN DEBU TANAH Memaknai Masa Suci Sebagai Insan Debu Tanah Saya selalu mengendapkan dalam hati dan menyadari dengan seluruh budi lagu yang diciptakan oleh Cosmas Margono, dengan judul Hanya Debulah Aku . Lagu pendek dengan dua bait syair, yang selalu diyanyikan dalam ziarah tobat pra paskah untuk menempuh hidup kudus ini, menyingkapkan kesadaran diri tentang siapa sejatinya Allah, dan siapa serta bagaimana manusia harus menenun hidup dalam perziarahannya. Manusia, kata Cosmas, adalah debu. Dan oleh karena itu posisi sejatinya hanyalah alas kaki dari Tuhan. Di hadapan-Nya, manusia sangatlah rendah dan hina. Untuk menengadah menatap wajah Tuhan pun, manusia tidak layak. Hanya keramiman Tuhanlah, manusia seperti manusia sekarang. Dan oleh karena itu jangan membusung dada dan berperilaku sombong. Jangan pula menganggap bahwa hidup bisa dikemudi sendiri tanpa Tuhan. Justru masa suci inilah saat yang tepat untuk bertobat, memohon ampun, mempersembahkan penyesalan,
  BERLAYAR DENGAN ARAH “Hidup itu ibarat berlayar. Engkau bisa manfaatkan berbagai angin yang berhembus ke berbagai arah. Namun bila engkau sendiri tak tahu ke mana tujuan, dan sekedar mengikuti arah angin, maka anda sedang berada dalam bahaya”. Begitulah Robert Brault - seorang penulis Amerika - memberikan catatan tentang bagaimana memaknai hidup; sebuah catatan yang patut direkam oleh siapa saja, sebab bila hidup ini tidak dikemudi menuju tujuan yang mau digapai, sehingga sekedar   mengikuti ke mana angina berhembus, maka hanya ada beberapa akibat yang mungkin dialami. Anda akan terus terombang ambing di atas gelombang dan tenggelam. Atau anda akan tersesat dan berada di pantai yang tidak anda harapkan. Sebaliknya orang yang memiliki arah yang akan ia tuju, ia akan terus menatap tujuan, ke sanalah ia mengemudi bahteranya, kendati aneka gelombang harus ia hadapi. Rasanya Ayub, Paulus dan Ibu Mertua Petrus adalah sosok-sosok manusia yang memiliki arah ke mana biduk kehidupan itu