JALAN
SALIB-JALAN INSAN DEBU TANAH
Memaknai
Masa Suci Sebagai Insan Debu Tanah
Saya selalu mengendapkan dalam hati dan
menyadari dengan seluruh budi lagu yang diciptakan oleh Cosmas Margono, dengan
judul Hanya Debulah Aku. Lagu pendek
dengan dua bait syair, yang selalu diyanyikan dalam ziarah tobat pra paskah untuk
menempuh hidup kudus ini, menyingkapkan kesadaran diri tentang siapa sejatinya Allah,
dan siapa serta bagaimana manusia harus menenun hidup dalam perziarahannya.
Manusia, kata Cosmas, adalah debu. Dan
oleh karena itu posisi sejatinya hanyalah alas kaki dari Tuhan. Di hadapan-Nya,
manusia sangatlah rendah dan hina. Untuk menengadah menatap wajah Tuhan pun,
manusia tidak layak. Hanya keramiman Tuhanlah, manusia seperti manusia
sekarang. Dan oleh karena itu jangan membusung dada dan berperilaku sombong. Jangan
pula menganggap bahwa hidup bisa dikemudi sendiri tanpa Tuhan. Justru masa suci
inilah saat yang tepat untuk bertobat, memohon ampun, mempersembahkan
penyesalan, dan memberi diri dihapuskan dosa.
Spirit inilah yang memancar ketika
setiap kita, pada hari Rabu Abu, maju
menerima pengurapan abu, seraya mendengar kembali suara Allah saat penciptaan, yang
dahulu digemakan di Eden:”Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali kepada abu”.
Sebuah kalimat yang diperdengarkan kepada setiap insan katolik untuk menjadikan
masa ini sebagai masa penciptaan kembali; masa tobat dan transformasi diri.
Masa suci Pra Paskah sebagai masa
penciptaan kembali; masa tobat dan transformasi diri itu, yang kemarin diwartakan Musa saat melintasi
padang gurun. Itulah sebabnya, masa pra paskah sering pula disebut sebagai masa
padang gurun. Sebab pada masa ini, insan katolik diberi waktu suci untuk bercermin
dan bergulat dengan hidup dan dirinya sendiri: mengikuti Tuhan atau melawan
Tuhan, mendekatkan diri pada kehidupan atau tetap memilih jalan kematian,
membangun diri sebagai hamba yang taat pada aturan dan ketetapan Tuhan atau
tetap mempertahankan diri sebagai raja angkuh yang tak perlu tunduk pada Allah
sebagaimana dilakoni iblis; menganyam kehidupan untuk memanen berkat atau tetap
memintal hidup untuk menuai kutuk.
Demi menjadikan masa suci ini sebagai
masa bercermin dan bergulat dengan hidup itu, kemarin Yesus meminta setiap
murid-Nya untuk mengikuti Dia seraya memanggul salib. Sebab dalam jalan salib,
setiap kita bercermin dan bergulat dengan hidup dan kehidupan kita saat berdiri
dan berlutut menyembah Yesus di setiap perhentian yang Ia lewati demi menebus
dan menyelamatkan kita.
Hanya orang yang bercermin diri dan
bergulat dengan kehidupannya di hadapan Allah; dialah yang menjadikan puasa pra
paskah sebagai bagian dari pertobatan dan bukan sekedar diet melangsingkan
tubuh. Kata Yesaya, puasa sebagai ekspresi pertobatan adalah jalan menuju
pencahayaan diri dari kegelapan, karena dalam puasa, seseorang menggantungkan seluruh
hidupnya melulu kepada Tuhan, seraya mengintensikan apa yang ia puasakan
sebagai sedekah kepada sesama yang menderita.
Mari mengikuti Yesus dalam jalan Salib-Nya
hari ini, sambil berpuasa dan bercermin diri serta bergulat dengan hidup di
hadapan Tuhan Yesus Kristus. Sebab jalan salib adalah jalan insan debu tanah,
yang hanya memperoleh hidup dari Tubuh yang dikurbankan dari kayu Salib.
Komentar
Posting Komentar