MENANTI BUPATI
DAN WAKIL BUPATI BARU LEMBATA
Catatan Ringan
Atas 25 Tahun Kabupaten Lembata
Poya
Hobamatan.
Euforia
kampanye pilkada Lembata telah usai. Beberapa hari ini adalah saat-saat sunyi
untuk “bertapa” menanti wangsit dari pihak masyarakat publik, siapa di antara
ke-6 pasangan calon bupati dan wakil bupati yang akan mendapatkan suara
mayoritas masyarakat untuk didaulat mengampuh jabatan pelayanan sebagai pemimpin
Kabupaten Lembata, yang tahun ini memasuki usia yang ke- 25.
Terima
Kasih Penjabat Bupati: Paskalis Tapobali
Kita bersyukur karena sebelum Lembata
dipimpin oleh bupati dan wakil bupati hasil pilihan rakyat Lembata, bapak Paskalis
Tapobali, sebagai penjabat yang diberi mandat sementara untuk memimpin Lembata
demi memelihara keberlanjutan roda pemerintahan, sempat memberi pesan dan
membeberkan prestasi 25 tahun, saat memberi sambutan dalam rangka memperingati
“Perak Lembata”, tanggal 12 Oktober 2024 silam. Dalam pesan perak itu, Penjabat
Bupati ini mengulangi apa yang dikatakan oleh para pencetus otonomi Lembata:
“Rakyat Lomblen harus bersatu, karena
rakyat Lomblen adalah satu, mendiami satu pulau yang dikelilingi oleh laut dari
dahulunya adalah satu, sehingga TERKUTUKLAH orang yang menyebabkan keretakan,
perpecahan bagi persatuan yang sudah kita sepakati bersama ini. Kita harus
hormat menghormati, harga menghargai, kasih mengasihi, hidup bersaudara dalam
damai untuk diwariskan kepada anak cucu kita, generasi penerus kita, bukan
perpecahan dan kekacauan, karena Injil dan Al Qur’an mengajar kita saling
mengasihi dan hidup bersaudara antara sesama sebagai anak Tuhan”.
Pesan
ini menakjubkan karena sejak Lembata masih Lomblen, ternyata para pencetus
telah merumuskan identitas yang bukan sekedar untuk disimpan sebagai arsip
sejarah, melainkan harus dibangun dan dikembangkan dalam berbagai perilaku
hidup, baik dalam mengelola pemerintahan oleh para pemangku jabatan, maupun
masyarakat awam; baik pihak Swasta maupun Negeri; baik sebagai umat beragama
maupun sebagai masyarakat sipil.
Selain
pesan komunio sebagai satu keluarga Lembata dengan segala perilaku hidup yang
perlu dibangun, Paskalis juga mempresentasikan sedikit catatan tentang prestasi
yang diraih dalam 25 tahun perziarahan Lembata sebagai sebuah kabupaten. Inti
dari presentasi itu adalah bagaimana para pemangku jabatan, bupati, wakil
bupati dan penjabat bupati, mulai dari Piter Boliona Kerfat sampai Matheos Tan,
mengelolah Lembata di tengah kondisi
keuangan yang sangat terbatas.
Dari
sisi perhatian terhadap kesehatan masyarakat, kata Paskalis, satu uni Rumah
Sakit Umum Daerah Tipe C dibangun, ditopang pula dengan pembangunan 12 Puskesmas
dan 32 puskesmas pembantu. Di bidang pendidikan, dalam kolaborasi dengan pihak
swasta, kata Paskalis, Lembata telah memiliki lembaga pendidikan mulai dari
tingkat usia dini sampai menengah atas. Rincian keberadaan lembaga pendidikan
itu antara lain: 142
PAUD: 28 PAUD Negeri dan 144 PAUD Swasta; SD sebanyak 160 sekolah, terdiri dari
102 SD Negeri dan 58 SD Swasta; SMP sebanyak 52 sekolah, terdiri dari 38 SMP
Negeri dan 14 SMP Swasta. Sementara SMU, SMK dan Sekolah Tinggi tidak
disebutkan.
Di bidang infrastruktur, urai mantan
Sekda ini, pemerintah telah membuka askesibilitas wilayah dengan membangun
jalan Kabupaten sepanjang 633,605 Km. Walau demikian, diakui Paskalais, hanya 328,
180 km yang masih baik, sementara yang lainnya dalam kondisi yang tidak terlalu
baik bahkan masih ada satu desa, yakni Desa Dulir, yang belum memiliki akses
transportasi darat. Demikian pula terkait
infrastruktur air minum, Paskalis juga menjelaskan bahwa Pemkab Lembata telah
membuka akses terhadap penyediaan air minum yang layak sebanyak 25.888 rumah
tangga dari 34.231 rumah tangga. Namun
demikian, kata Paskalis bahwa masih banyak rumah tangga yang belum menikmati
air bersih secara layak dan sehat.
Walau ada prestasi yang ditoreh dalam
perjalanan 25 tahun ini, namun diakui Tapobali bahwa angka kemiskinan masih
tinggi sampai tahun 2023, yakni 24, 78 persen. Fakta kemiskinan yang tinggi ini
membuat pemerintah mencoba mencari orangtua asuh untuk keluarga miskin demi
mencegah meningkatnya angka stunting dan bagaimana koordinasi antar instansi
dilakukan agar inflasi dan deflasi bisa dikenadalikan supaya jangan menambah
angka kemiskinan. Menakjubkan bahwa di tengah kondisi Lembata yang demikian, reformasi
birokrasi ternyata terus mendapat pujian dari BPK dan lembaga-lembaga terkait.
Kondisi Lembata dan fakta-fakta
pencapaian yang ditoreh itu menimbulkan catatan kristis. Pertama, apa sejatinya masalah Lembata sehingga walau reformasi
birokrasinya menadapat pujian, namun angka kemiskinan sangat tinggi? Kedua, apa sejatinya masalah, sehingga
prestasi-prestasi yang ditampilkan itu hanya merupakan akumulasi dari
perjalanan 25 tahun Lembata, dalam pengelolaan beberapa bupati maupun penjabat
bupati? Apakah faktor sumber daya keuangan
daerah atau factor sumber daya manusia dalam tata kelola, atau pengaruh
keduanya secara simultan, atau faktor lain? Ketiga,
Apakah pesan komunio para pencetus telah
terimplementasi dalam tata kelola pemerintahan Lembata selama 25 tahun ini,
atau justru sekedar sebuah slogan “Taan Tou”, yang hanya dimunculkan sebagai teatrikal
budaya yang dilakansakan secara periodik di area Kuma Resort itu? Penting
terlebih dahulu mengetahui akar persoalan karena tanpa itu Lembata terus “berpoco-poco”,
tampak bergerak maju tetapi sejatinya hanya berputar di tempat.
Salah satu contoh
yang ingin saya angkat adalah matinya
bandara dan pelabuhan laut. Kata para pakar, salah satu indicator bahwa uang
beredar lancar di sebuah kawasan, yang dengan itu meningkatkan daya beli
masyarakat, adalah bila aktivitas udara dan laut lumayan tinggi. Kalau aktivitas
udara dan laut mati suri, bisa dipastikan peredaran uang sangat terseret. Dan bila
peredaran uang terseret, sehingga daya beli masyarakat lemah, maka PAD dengan sendirinya menjadi sangat kecil dan
segala macam rencana akan terabaikan. Bahkan peredaran uang yang tak lancar ikut
membentuk perilaku buruk di setiap lini, termasuk dalam perolehan suara pilkada
itu sendiri.
Itulah sebabnya saya memberi apresiasi atas laporan pprestasi
25 tahun, yang disampikan bapak Penjabat Bupati, Paskalis Tapobali. Boleh jadi
semua prestasi itu adalah hasil tanam pantat dan tikam kepala para pemangku
jabatan selama 25 tahun, di tengah kondisi Lembata yang tak baik-baik saja.
Visi-Misi, Straetgi, dan Target Pencapaian Yang Tak Tampak
Dalam Debat Maupun Kampanye
Sayang sekali bahwa
para calon bupati dan wakil bupati, yang hampir semuanya adalah “ordal” dan
pemain dalam memajukan atau memundurkan Lembata, tidak menjadikan pesan dan
laporan pencapaian dalam 25 tahun perjalanan Lembata dari Penjabat Bupati, sebagai
turning point untuk mengkaji akar
persoalan demi melahirkan visi dan misi yang diusung, serta prioritas dan targeting program yang lebih rasional dengan
kondisi Lembata teranyar. Akibatnya dua kali debat, sebagaimana yang
ditayangkan, tampak para calon seperti
orang baru yang masuk dalam dunia baru, hanya meraba-raba dan berusaha
membahasakan gagasannya sekabur mungkin. Padahal bila calon mengetahui dengan
baik akar persoalan Lembata, kemampuan riil yang ia miliki sekarang, serta
kemampuan potensial yang bisa digali; urgensi persoalan yang harus ditengani
cepat, serta road map pengembangan Lembata
yang diinginkan masyarakat lembata sebagai
sebuah keluarga; ia tinggal menegaskan secara lugas dalam debat dan kampanyenya:
apa saja, kapan, berapa, dan di mana, siapa sasarannya.
Mungkin karena
semuanya awam tentang kondisi riil Lembata, yang membuat mereka tidak berani
memberi solusi yang praktis dan terukur dalam dalam debat, untuk waktu 5 tahun
ke depan, membuat segala perbincangan public melalui group-group medsos justru
berlawanan dengan identitas Lembata itu sendiri: saling menghujat antara para team sukses, penebaran
isu primordial seperti suku, agama dan kewilayahan.
Dan oleh karena itu,
dalam kacamata seorang yang berada di perantauan, siapapun yang dipilih sudah bisa
dipastikan tidak akan memajukan Lembata; selain untuk sekedar mempertahankan eksistensi
Lembata sebagai sebuah kabupaten. Kita tunggu saja siapa dari ke-6 calon yang
akan membeli suara untuk mendapatkan tropi perak dari rakyat Lembata, demi membawa
dirinya untuk menjamin eksistensi Lembata sebagai sebuah kabupaten dalam kurun
lima tahun ke depan.
Komentar
Posting Komentar