ADVENTUS
Masa Ber-Duc In Altum
Lilin di kamar masih kubiarkan
menyala. Sengaja kubiarkan karena kemarin sang Nabi memberi pesan kepada siapa
saja agar memaknai adventus sebagai saat untuk berjalan dalam Terang Tuhan. Walau
“berjalan dalam terang Tuhan” dimaksud sang Nabi sebagai moment mendengar dan
menghayati Sabda Allah, yang adalah pelita dan cahaya bagi seorang peziarah,
sebagaimana kata pemazmur; namun dengan membiarkan lilin terus menyala saya
diingatkan untuk terus ber-duc in altum
dalam Sabda-Nya. Apalagi hari ini, Tuhan seakan menyapa saya:” hai imamku, engkau adalah salah satu dari
orang-orang yang kecil. Bukalah telingamu dan dengarkanlah… bukalah matamu dan
lihatlah. Jangan tuli…jangan juga buta…”
Dalam proses ber-duc in altum itu, whatsapp
seorang umat menghampiri hpku memohon penjelasan yang lebih dalam tentang
adventus. Saya gembira dengan permintaan ini seraya menduga jangan-jangan ia
mewakili kebanyakan orang.
***
“Adventus”. Begitulah Gereja Katolik menyebutnya;
bukan yang lain. Adventus, dari kata “advenire” berarti kedatangan atau ketibaan.
Kata ini memiliki makna ganda untuk pihak yang akan datang atau akan tiba, juga
untuk pihak yang akan menyambut atau menjemput.
Pihak yang akan datang itu adalah
Tuhan sendiri. Untuk Tuhan, ada dua moment kedatangan atau ketibaan-Nya yang
kita ketahui secara pasti. Dua moment itu adalah moment inkarnasi dalam
kelahiran-Nya, yang kita sebut Natal; dan moment inkarnasi-Nya dalam misteri
Ekaristi. Namun ada juga dua moment kedatangan Tuhan yang sama sekali tidak
diketahui oleh siapapun. Dua moment itu adalah kedatangan-Nya sebagai Hakim dan
Penguasa kehidupan baik saat kematian maupun pada akhir zaman. Bahwa Ia datang;
itu adalah sebuah kepastian. Namun kapan Ia tiba untuk meminta
pertanggungjawaban; tetaplah misteri dan sulit diprediksi. Kata Markus, dalam Minggu
Advent I, Ia datang bagai sang majikan. Kapan saja ia mau: “menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam atau pagi-pagi
buta..” (bersambung)
Komentar
Posting Komentar