RABU PEKAN XX

HATI YANG MURAH

(Yeh. 34: 1-11; Mzm. 23: 1-6; Mat. 20: 1-16a)

 

Kemurahan hati adalah memberikan sesuatu lebih dari yang kamu bisa (Generosity is giving more than you can). Demikianlah Khalil Girbran memaknai apa itu kemurahan hati. Itulah sebabnya, kata sang penyair Libanon ini  lebih lanjut, “kemurahan hati tidaklah memberikanku sesuatu yang lebih aku butuhkan daripada kamu, tetapi memberikanku sesuatu yang lebih kamu butuhkan daripada aku (Generosity is not giving me that which I need more than you do, but it is giving me that which you need more than I do).

Karena kemurahan hati merupakan ekspresi radikal seseorang untuk keluar dari belenggu egoismenya, serentak berkenosis demi memuliakan pribadi yang lain, maka kata Mariae von Ebner-Eschenbach, seorang penulis perempuan  dari Austria, “kemurahan hati sebagai jalan kesempurnaan butuh kecerobohan”; bertindak out of the box, keluar dari pakem kelayakan publik.

Rasanya benar apa yang direnungkan oleh penyair Libanon dan penulis Austria ini, sebab manusia secara instingtif adalah egois, individualis. Egois-individualis selalu berorientasi ke dalam diri; dan bila ia tampak keluar dari dari, sejatinya hanya untuk memanfaatkan yang lain di luar dirinya demi kepentingan dirinya semata. Dan oleh karena itu bertransformasi dari egoisme ke altruisme; dari cinta diri kepada murah hati butuh keberanian out of the box; butuh kecerobohan yang melawan kebiasaan yang diterima secara jamak. Sebab sebagaimana dikatakan Gibran, kemurahan hati adalah memberikan sesuatu lebih dari yang kamu bisa; kemurahan hati memberikanku sesuatu yang lebih kamu butuhkan daripada aku.

Kemurahan hati seperti ini yang ingin dijelaskan Yesus dalam perumpamaannya hari ini. Kata Yesus, seorang pemilik kebun anggur keluar pagi-pagi benar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah mendapatkan pekerja dan sepakat dengan upah sedinar sehari; ia keluar lagi pada jam-jam tertentu: pkl. 09.00, pkl.12.00, pkl. 15.00 dan pkl. 17.00,  untuk mencari para penganggur, dengan memberi jaminan akan upah yang sama.

Dalam dunia kerja, upah dihitung dari lamanya jam kerja, sehingga yang masuk pagi akan memperoleh upah yang jauh lebih besar ketimbang mereka yang masuk soreh. Itulah keadilan dalam kerja. Namun sang tukang kebun anggur ini menerapkan suatu kebijakan yang out of the box; ceroboh. Rentang jam kerja boleh berbeda; tetapi upah kerja tetap sama baik yang masuk pagi maupun mereka yang didapati pukul 17.00. Alasanya hanya satu, tidak boleh ada pengangguran.

Dari sisi managemen bisnis, si pemilik kebun anggur ini boleh dikategorikan sebagai manager yang bodoh. Namun kebodohan itu yang ingin ditampilkan sebagai kecerobohan, karena sebagaimana dikatakan Gibran, kemurahan hati adalah memberikan sesuatu lebih dari yang kamu bisa; kemurahan hati memberikanku sesuatu yang lebih kamu butuhkan daripada aku. Kemurahan hati itulah yang ada pada sang pemilik kebun anggur itu. Ia tidak mau ada yang menganggur. Ia mau kebun anggurnya harus dimasuki oleh siapapun dengan upah yang sama, tak peduli cepat atau lambat, pagi atau petang; yang terdahulu atau yang paling terakhir.

Begitulah Allah; begitulah Kristus. Ia Allah yang murah hati, yang rindu Kerajaan-Nya penuh sesak dengan siapa saja, tanpa hitung jam kerja. Bagi Allah, pagi sama dengan petang; yang terdahulu bisa saja menjadi terkemudian. Hanya satu saja ukuran; siapa saja yang terbuka menerima undangan-Nya akan menerima ganjaran setimpal.

Kemurahan hati ini yang sangat dibutuhkan di zaman modern yang diwarnai oleh egoisme dan individualisme. Kemurahan hati ini yang semestinya menjadi salah satu keutamaan kristiani yang patut ditumbuhkan di lahan hati semua orang yang mengimani Kristus, agar daripadanya para pengikut Kristus meneladani sikap dan hidup Allah sendiri: Allah yang rahim dan murah hati.

Namun kemurahan hati butuh hati yang murah. Hati yang murah adalah hati yang selalu diganggu oleh kegelisahan sehingga terus keluar untuk memperhatikan kondisi hidup sesama. Hati yang murah adalah hati yang selalu diganggu kegelisahan bila ia terperangkap oleh orientasi hidup hanya terpusat untuk diri sendiri. Hati yang murah adalah hati yang memberi karena dikuasai oleh cinta kendati  oleh public mungkin dianggap melanggar norma.

Inilah hati Allah. Sebuah hati yang sangat bertolak belakang dengan gembala-gembala Israel yang hanya menggembalakan dirinya sendiri; yang hanya memanfaatkan domba-domba demi kebutuhan privatnya; yang tak peduli dengan kondisi hidup domba-domba yang dipercayakan kepadanya.

Di tahun spiritualitas ini, kita dipanggil untuk meneladani hidup Allah Tritunggal; Allah yang memiliki hati yang murah, sehingga kita juga bisa memancarkan hati yang bisa dibagi saat melihat orang lapar dan berkekurangan; hati yang bisa dibagi saat terjadi konflik dan butuh perdamaian dan pengampunan; hati yang bisa dibagi saat terkungkung oleh kesibukan ketika diundang Tuhan mengikuti perjamuan-Nya.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini