IKUTLAH
MENDERITA BAGI INJILNYA
Malam ini, di group WA para imam, Romo
Yos Balela mengirimkan pesan duka bahwa Romo Marcel Arnould MEP telah meninggal
dunia di Prancis. Imam kelahiran La Bresse-Prancis, 23 Maret 1928 ini meninggal
tanggal 20 Januari 2024 di rumah jompo MEP Prancis.
Ketika masih diakon, saya menggantikan
beliau di Paroki Belinyu, saat ia menjalani masa cuti tahunan. Dan ketika
menjadi imam muda, saya hidup bersamanya di komunitas pastoran Katedral. Di samping
sebagai bapa pengakuan, kehadiran dan sosoknya yang saleh menolong pertumbuhan
imamat saya. Setiap kali, bila hanya kami berdua yang makan siang bersama, saya
selalu mendengar kisah-kisah pribadi yang ia sharingkan, terutama mujisat-mujisat
yang ia alami dari Bunda Maria, saat berada dalam penganiayaan komunis, ketika
masih menjadi misionaris di Vietnam. Kisah-kisah
mujisat dari Maria yang ia alami dalam kepungan penganiayaan komunis membuat
saya paham mengapa imam saleh ini memiliki devosi yang sangat kuat dengan
Maria. Perang saudara di Vietnam yang meletus tahun 1975 membuat pimpinan
ordonya menariknya pulang dan mengutusnya ke Indonesia, ke Keuskupan
Pangkalpinang. Gua Maria Bunda Segala Bangsa di Belinyu Bangka, yang menjadi
tempat ziarah favorit para peziarah Jakarta, adalah salah satu peninggalannya.
Ia membangun gua itu setelah tiga kali memimpikan Bunda Maria yang memintanya
membangun gua di tempat yang ditunjukkan Bunda Maria.
Kisah-kisah Romo Marcel di tanah misi
Vietnam bagai jendela untuk melihat dan memaknai kata-kata Paulus hari ini: “Ikutlah
menderita bagi injil-Nya”. Sebab kata-kata ini adalah sepenggal harapan yang ditulis
Paulus dalam suratnya kepada Timotius. Dalam suratnya, Paulus mengungkapkan isi hatinya bahwa ia
senantiasa mengingat Timotius dalam doa baik siang maupun malam, bahkan rindu
untuk menjumpainya. Sebab, kata Paulus, demi tugas perutusan Kristus, Timotius
mencurahkan seluruh dirinya secara total, dalam penderitaan dan juga tangisan. Pengorbanan
diri demi tugas perutusan seperti ini, kata Paulus, pasti karena dipicu oleh kedalaman
iman yang diwariskan dari iman keluarga kepadanya. Oleh karena itu, kata Paulus
lagi, tahbisan yang ia nyatakan kepadanya hendaklah terus mengobarkan karunia
Allah yang ada padanya. Penderitaan dan tangisan yang dialami bukanlah alasan
untuk menghidupi roh ketakutan melainkan justru harus membangkitkan kekuatan,
kasih dan ketertiban. Justru berkat kekuatan Allah, demikian Paulus, ikutlah
menderita bagi Injil-Nya.
Pesan Paulus kepada Timotius ini
seakan menegaskan peringatan Yesus bahwa tugas misi bagaikan perutusan anak
domba ke tengah serigala. Ada banyak pergulatan, benturan, ancaman, cibiran dan
cemoohan, yang menimbulkan penderitaan dan tangisan. Sebab membawa kehendak
Allah ke tengah manusia tidak selalu diterima dengan hati dan budi yang
terbuka. Bahkan lebih sering terjadi justru kehendak Allah bertolak belakang
dengan kehendak manusia. Itulah sebabnya, kata Yesus, satu-satunya andalan dalam
misi adalah kuasa Yesus sendiri. Adalah sangat
berbahaya bila bermisi sambil mengandalkan pundi-pundi, makanan, pakaian, dll.
Mengadalkan Yesus; itulah spirit yang
menjiwai Paulus dalam tugas perutusan; kendati untuk itu ia harus menderita bahkan
dipenjara. Mengandalkan Yesus; itulah spirit yang menjiwai Timotius, di tengah
penderitaan dan tangisan. Mengandalkan Yesus; itulah yang spirit yang menjiwai
Romo Macel Arnould MEP di tengah penganiayaan komunis, yang membuatnya tampil
bersahaja dalam kekudusan.
Kisah-kisah inspiratif untuk
memperingati Santo Timotius dan Titus
hari ini sekaligus mengingatkan siapa saja agar jangan berkamuflase
dalam misi. Sangatlah tak elok bila seseorang tampak rajin bermisi, tetapi bukan
karena Kristus, melainkan demi pundi-pundi, makanan dan pakian.
Komentar
Posting Komentar