SI BUTA YANG
MELIHAT
( Senin Pekan
ke-33)
Hari ini aku belajar pada si buta;
pada dia yang ditelantarkan di pinggir jalan. Kalau saja dia sekedar barang komoditas
dari para pebisinis yang memanfaatkan kebutaan untuk mendapatkan remah-remah,
seperti yang saya jumpai di persimpangan-persimpangan jalan di Batam; saya tak perlu bertanya:” sejak
jam berapa dia ditempatkan di pinggir jalan itu”.
Namun pagi ini aku harus bertanya
sejak kapan ia ditelantarkan di pinggiran jalan itu? Apakah sejak bayi? Atau ketika
ia sudah beranjak dewasa? Aku perlu bertanya karena orang Yahudi menganggap
buta sejak lahir adalah kutukan dan aib yang harus dijauhkan. Dan oleh karena
itu menempatkan si buta di pinggir jalan adalah sebuah tindakan membuang
orang-orang kutukan oleh keluarga dan masyarakat.
Ia dibuang, karena oleh cacat fisik
yang ia miliki, ia dianggap sampah sebab tak sanggup menata hidup, selain mengandalkan
remah-remah yang dibuang oleh mereka
yang berpunya. Ia dibuang, karena oleh cacat fisik, ia dianggap masyarakat sebagai
orang terkutuk. Ia dibuang, agar keluarga dibersihkan dari stigma masyarakat
sebagai keluarga yang terkena aib.
Namun pertanyaan yang menggema dari
mulutnya pagi ini:” Ada apa itu”, ketika mendengar langkah kaki Tuhan yang
lewat, mengejutkan saya. Sebab pertanyaan seperti itu menyingkapkan kepekaan hatinya
terhadap segala sesuatu yang sedang terjadi, serentak pula mengekspresikan
keingintahuan budinya akan peristiwa itu.
Dan memang benar. Ketika orang
menjawab bahwa Yesus lewat, kepekaan hati dan keingintahuan budi tak lagi terbendung.
Ia berteriak menyebut nama Yesus dan memohon belas kasih-Nya. Ia memang hanya
bisa berteriak karena tak sanggup melihat, namun perintah Yesus taat ia ikuti kendati tertatih-tatih.
Pertanyaan awal ” ada apa itu” akhirnya
menemukan ujung yang membahagiakan. Sebuah tindakan penyelamatan Allah
dinyatakan kepadanya. Semua deritanya di masa lalu dihapus, saat Tuhan
memaklumkan sabda penyembuhan kepadanya: “Melihatlah. Imanmu telah
menyelamatkan engkau”.
Sibuta menyadarkanku pagi ini. Kepekaan
hati dan keingintahuan budi adalah dua unsur utama peneguh iman, yang sangat perlu
saya miliki. Pertanyaan “ ada apa itu”,
haruslah menjadi pertanyaan wajib bagi siapa saja yang mengimani Kristus. Sebab
pertanyaan itu mengekspresikan kepekaan hati dan keingintahuan budi akan sosok
Yesus yang sedang lewat untuk menyatakan karya penyelematan-Nya.
Sebab dewasa ini, betapa banyak orang
yang mata fisiknya melihat, tetapi mata hatinya buta; telinganya mendengar
tetapi mata budinya tak melihat. Akibatnya kendati dibaptis, ia tak mengenal
Yesus, tak punya keinginan untuk diselamatkan oleh-Nya. Kendati lonceng Gereja sudah
dibunyikan, tak ada kepekaan untuk pergi berkomunio dengan Yesus. Kendati sudah
diumumkan, tak ada kepekaan untuk memberikan kesaksian tentang Dia.
Terima kasih banyak si buta. Tuhan,
walau mungkin aku harus dibuang; pun pula ditelantarkan, segarkanlah hatiku
senantiasa agar selalu peka akan kehadiran-Mu. Jangan biarkan mata hatiku buta.
Jangan biarkan mata budiku rabun. Thank’s
Lord.
Komentar
Posting Komentar