SANTO ANDREAS
LUNG DAC
DAN MISTERI
BAIT SUCI
Saya teringat kisah-kisah kaum
pengungsi Vietnam, saat saya membuat riset di Pulau Galang demi pembuatan buku,
yang diminta oleh almahrum Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD dan Gubernur Kepri
bapak Ismeth Abdullah. Kedua tokoh ini meminta saya menulis tentang pengungsi
Vietnam yang pernah terdampar di pulau Galang, pulau kecil di sebelah selatan
Pulau Batam. Intensi penulisan buku itu dimaksud untuk memperlihatkan betapa
Gereja Katolik yang dianggap minoritas ternyata mengharumkan nama Indonesia di
kancah dunia internasional, karena menangani pengungsi dengan sangat baik.
Saya mempresentasikan buku itu
dihadapan umat, tahun 2000, di PUlau Galang, sebagai pembuka awal millennium
baru, agar ketika orang berkunjung ke Pulau Galang, mereka tidak sekedar
berwisata, tetapi juga berziarah seraya memungut remah-remah iman yang dimiliki
para pengungsi serta nilai kemanusiaan yang diperjuangkan Gereja. Buku itu saya
berjudul:
” Ketika
Aku Seorang Asing, Kamu Memberi Aku Tumpangan: Dari Vietnam Menuju Galang, dari Galang Menuju…….”
Saya membuat judul seperti itu, karena
ketika membaca kisah-kisah pengungsi yang hampir semuanya beragama katolik itu,
kita menemukan sosok-sosok beriman yang luar biasa. Para pengungsi ini, dalam kesaksian-kesaksian
tertulis yang sempat saya rekam, mengisahkan bahwa mereka ini lolos dari
kekejaman komunis Vietnam dan bisa sampai ke Matak (wilayah Tarempa sekarang)
hanya karena diselamatkan oleh Maria Bunda Pembantu Abadi, St. Martin de Pores,
dan Sakramen Mahakudus. Sakramen Mahakudus itu mereka ambil dari tabernakel dan
disembunyikan di wadah-wadah kecil yang aman sehingga bisa disimpan di
kantong-kantong baju atau celana.
Selain kuasa Tuhan, rekaman yang
dipotret dari catatan pengungsi adalah bahwa mereka ini selamat sampai ke perairan Indonesia karena mempertahankan
hidup dengan memakan mayat teman-temannya yang berserakan di atas gelombang
akibat tenggelam dengan boat-boat kecil di perarian Laut China selatan.
Santo Andreas Dung Lac, seorang imam
bersama ke-70 temannya yang diperingati hari ini, tak melarikan diri. Seperti
Matatias dan Si Janda bersama anak-anaknya, yang dihadirkan Makabe hari Rabu
dan Kamis kemarini, memilih bersaksi atas iman mereka di hadapan penguasa
Komunis Vietnam. Mereka menyerahkan nyawa mereka tanpa rasa takut sedikitpun
sebagai saksi akan kebenaran iman bahwa Kristus adalah segalanya. Mereka ini
sungguh menghayati jati mereka sebagai Tubuh Mistik Kristus; Tubuh yang menyatu
dengan Sang kepala, menyerahkan jiwa raga demi sebuah kebenaran, demi sebuah
penebusan, demi sebuah masa depan keselamatan. Mereka ini dikanonisasi oleh
Santo Yohanes Paulus II, tahun 1988.
Pengalaman kemartiran itu yang tidak
dijumpai Yesus saat Ia masuk ke Bait Allah Yerusalem. Bait yang sebelum-sebelumnya
adalah tempat membangun hubungan intim antara Allah dan umat-Nya, diubah total
oleh para imam dan penjaga bait Allah. Perilaku busuk dan buruk ini memicu
kemarahan Yesus, karena perilaku ini melacurkan posisi mahapenting Bait Allah.
Bagi bangsa pilihan, Bait Allah adalah
Sakramen. Ia tidak sekedar gedung megah. Bait Allah adalah tempat special untuk
menjalin persekutuan dan menjahit relasi intim agar terjadi kesinambungan jiwa
dan raga, hati dan budi antara Allah dan umat-Nya, supaya apa yang dinyatakan
Allah terlaksana oleh umat-Nya, dan apa yang dirasakan oleh umat-Nya dirasakan
langsung oleh Allahnya.
Sakramentalitas Bait Allah ini yang dirusak
dan dilacurkan oleh para imam dan penjaga Bait suci itu. Mereka memilih untuk
berkolaborasi dengan para pebisnis, para pemburu rente, para penyamun, untuk
merombak bait Allah itu menjadi tempat bisnis, tempat berdagang; daripada memelihara
dan terus melestarikannya sebagai Sakramen Komunio Allah dan manusia.
Perilaku busuk dan kotor dari mereka
yang seharusnya menjadi penjaga utama kemurnian iman ini yang membuat Yesus
naik pitam. Ia marah karena perombakan Bait Allah itu melacurkan identitas dan
sakramentalitas Bait Allah. Ia marah karena perombakan itu memperlihatkan
pilihan yang salah dan buruk yakni berkolaborasi dengan para penyamun, pebisnis
dan pemburu rente daripada berkolaborasi dengan Allah demi keselamatan
umat-Nya. Ia marah karena perombakan itu memperlihatkan hilangnya spirit
kekudusan, kemartiran dan korban dari para imam dan penjaga Bait Allah, karena
digadaikan oleh hawa nafsu cinta uang.
Dan oleh karena itu, kehadiran St.
Andreas Dung Lac dan kawan-kawan hari ini; juga kisah-kisah heroic iman para
pengungsi Vietnam di Galang, yang berkurban karena menjaga identitas diri
sebagai Bait Allah, sangat relevan untuk siapa saja, teristimewa para imam dan
penjaga Bait Allah.
Komentar
Posting Komentar