KUASA SANG IBU

& ANCAMAN BERTUBI-TUBI

 

Kemarin dan hari ini, Kitab Makabe menyingkapkan kisah yang sangat inspiratif. Kendati kedua kisah ini berbeda, antara kemarin dan hari ini, namun keduanya memiliki titik berangkat yang sama, yakni arogansi kuasa raja Antiokhus Epifanes.

Kemarin, pada peringatan Santa Sesilia Perawan dan Martir, seorang ibu dan ketujuh anaknya dipaksa untuk mengikuti agama sang raja lalim itu. Mereka disiksa dengan cambuk dan rotan. Mereka dipaksa untuk makan daging babi; hewan yang dalam Taurat Musa dilarang untuk dimakan oleh bangsa pilihan. Namun mereka menolak. Ketaatan dan kesetiaan mereka atas Taurat melampui semua penderitaan yang mereka alami.

Kata Makabe, ibu ini sungguh mengagumkan secara luar biasa. Ia layak dikenang baik-baik. Ia tegar menyaksikan keenam anaknya mati dalam satu hari akibat kesetiaan atas iman karena ulah  kebiadaban sang raja lalim Antiokhus Epifanes. Ia perempuan yang memiliki semangat kejantanan, sehingga walau dirundung oleh penderitaan bertubi-tubi, ia tidak menyerah, sebaliknya tekun memompa semangat anak-anaknya untuk berani menerima maut demi kehidupan baru berkat kesetiaan iman dan ketaatan kepada Taurat.

Diikisahkan bahwa ketika tak mempan menjinakkan sang ibu dengan siksaan, Antiokhus Epifanes mengubah pola. Kepada  si bungsu yang sedang menunggu giliran, sang raja justru menawarkan berbagai jabatan dan menjanjikan kekayaan demi kebahagiaan, asalkan si bungsu meninggalkan imannya yang lama dan menganut iman yang baru. Karena si bontot itu tak menghiraukan, utusan sang raja meminta sang ibu untuk meyakinkannya. Namun dengan bahasa daerahnya, sang ibu justru memberi semangat kepada si bungsu untuk tidak takut kepada algojo-algojo, sebaliknya mengikuti kakak-kakaknya untuk menerima maut karena kesetiaan pada iman dan Taurat. Dan si bungsu menuruti perintah sang ibu. Ia memilih menjadi martir daripada menjadi pecundang iman.

Kisah yang sama terjadi hari ini, sebagaimana ditampilkan oleh Matatias. Ia dan keluarga dituntut mempersembahkan korban berhala; sesuatu yang dilarang oleh Allah sebagaimana tertulis dalam perintah pertama yang tertera pada kedua loh batu Sinai.

Semua suku sudah mengikuti agama baru mengikuti sang raja. Dan kini giliran Matatias beserta keluarga. Bila mereka melakukan, mereka akan masuk dalam kalangan sahabat-sahabat raja dan akan dihormati dengan perak, emas dan banyak hadiah.

Namun tawaran itu tak sanggup menggoyahkan iman dan kesetiaan Matatias dan keluarga. “Titah raja tak dapat kami taati. Kami tidak dapat menyimpang sedikit pun dari agama kami”.

***

Kisah-kisah ini sangat inspiratif. Inspiratif karena ternyata  iman dan penghayatan atas iman tidak selalu mudah untuk dilaksanakan secara serentak sebagai sebuah kesaksian hidup. Di mulut mungkin saja mudah untuk dikatakan, namun ketika harus dipraktekkan, tantangan selalu saja dihadapi. Tantangan terberat adalah bagaimana berjuang mengalahkan diri sendiri untuk berani berkurban demi meraih nilai iman.

Perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri dan keberanian berkurban demi meraih nilai iman patut mendapat perhatian siapa saja, karena ada dua kekuatan yang selalu dipakai untuk menarik seseorang meninggalkan imannya. Kekuatan pertama adalah tekanan dan penindasan, yang diekspresikan melalui berbagai ancaman, hambatan dan penyiksaan oleh mereka yang merasa memiliki kuasa. Kekuatan kedua adalah  iming-iming kebahagiaan yang diekspresi-kan  melalui janji-janji kekayaan, jabatan serta kemudahan dan kenikmatan dunia lainnya.

***

Kuasa sang ibu dan Matatias yang menuntun keluarganya untuk setia kepada Allah dan berani menghalau segala bujuk rayu kekuasan, kekayaan dan jabatan itu berbanding terbalik dengan isu politik teranyar yang mengguncang Indonesia. Siapa yang bisa menyangka bahwa kuasa sang ibu demi kekayaan, jabatan dan kuasa sang putra sulung, begitu luar biasa bahkan sanggup memorak-morandakan system hukum sehingga menciptakan situasi khaos menjelang pemilu 2024? Siapa yang bisa menduga bahwa sang ibu dan sang ayah yang berwajah polos, tampak lugu dan rendah hati, pendiam dan saleh itu ternyata adalah sosok yang tak setia, pengkhianat, gila kursi dan rakus kuasa?

Kita  butuh kuasa ibu yang mendidik anak untuk setia dan bukan sekedar ibu yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kekuasan bagi anaknya. Kita butuh Matatias, sang ayah yang taat setia pada hukum dan bukan tukang tipu-tipu demi keluarganya. Kita butuh semangat korban dan martir yang taat setia pada hukum dan moral; pada iman dan ketakwaan kepada Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini