JANGAN ABAIKAN EKARISTI

Catatan Di Ujung Ziarah

 

Tak terasa hari ini aku berada di ujung ziarah, dalam hitungan pekan. Berada di ujung ziarah selalu menyadarkanku bahwa manusia memang peziarah. Homo Viator. Ia menguasai waktu tetapi sekaligus tunduk kepada waktu. Apa yang lalu telah ditelan dan dikubur dalam arus waktu, sementara yang akan datang tetaplah misteri.

Begitulah siklus ziarah manusia. Selalu paradox. Antara yang lewat dan yang akan datang; yang telah dialami dan yang masih terbungkus misteri akan terus menyatu dan berhadap-hadapan dalam hidup setiap orang. Itulah sebabnya moment di ujung ziarah menjadi saat yang sangat indah untuk duduk sejenak merenung dan memberi bobot makna, agar  yang telah ditelan  waktu tak berlalu begitu saja, yang masih misteri pun siap ditampung dan diterima dengan mata dan hati terbuka.

Saya teringat almahrum sang ayah. Ia tak banyak bicara. Ia seorang pendoa. Suatu ketika, ia menulis sepotong kalimat yang masih tetap kuingat: “jangan lupa ekaristi. Ambillah selalu waktu untuk merayakan misa. Kalau ingin hidupmu seimbang, maka sebagaimana engkau menjaga kesehatan ragamu dengan menyantap makanan empat sehat lima sempurna, lakukanlah pula untuk menjaga hidup dan kesehatan jiwamu. Ekaristi adalah santapan empat sehat lima sempurna untuk jiwamu. Tak ada yang lain.”

Kata-kata ini selalu kuingat, baik saat di seminari menengah, seminari tinggi maupun saat menapaki hidup sebagai orang yang terurapi, yang telah kutempuh dalam rentang ziarah 25 tahun ini. Memang tidak mudah merayakan ekaristi setiap hari. Sekedar hadir untuk merayakan misteri, apalagi efek dari santapan jiwa itu tak begitu terasa bila dibandingkan dengan duduk makan makanan jasmani, membuat keputusan untuk misa selalu butuh waktu.

Kalau saya diajak untuk makan di restoran tak butuh waktu lama untuk menjawab ya. Tidak demikian dengan misa. Ia  butuh kepekaan untuk mendengar bisikan yang sangat halus dari suara Roh Kudus. Begitu halus sehingga sering kurang didengar bagi orang yang merasa sangat-sangat sibuk.

Kalau untuk santapan jasmani, orang tak mencari alasan bahkan bila ada kesibukan bisa ditinggalkan; tidaklah demikian dengan ajakan Tuhan kepada siapa saja untuk ekaristi. Selalu saja ada alasan bahkan suka mencari-cari alasan untuk menghindarinya.

Fenomena sosiologis ini memberikan sebuah gambaran bahwa tanpa disadari, sejatinya orang yang menolak bisikan Roh Kudus untuk misa, mencari-cari alasan untuk menghindar dari ekaristi, ia sebetulnya sedang digiring dan dibelenggu untuk  tetap dalam persekutuan dengan iblis, tak boleh berkomunuio dengan Yesus agar tidak mendengarkan suara Yesus dan tak hidup dari Yesus.  Demi kekokohan persektuan dengannya, iblis akan terus menggoda dengan berbagai cara agar kaum terbaptis lebih memilih mencari kenikmatan raga, demi mengabaikan kebutuhan jiwa. Sebab hanya dengan pengabaian jiwa, kehidupan kekal tak diperoleh, sebaliknya kematianlah yang akan ditanggung. Itulah kemenangan iblis.

Kata-kata ayah saya kembali mengiang di ujung ziarah hari ini. Berkomunio dengan iblis atau dengan Yesus, mau hidup kekal atau menikmati kematian kekal, tetaplah menjadi pilihan bagi orang-orang yang terbuka kepada iblis atau Roh Kudus.

Namun sebagai gembala, saya mengingatkan kepada orang-orang katolik pesan Yesus sepanjang pekan ini:”Berekaristilah-misalah. Jadikan Misa sebagai sebuah keutamaan hidup kristiani. Jadikan misa sebagai kebutuhan dan bukan sekedar kesempatan apalagi sekedar untuk mengisi waktu luang. Bila misa telah menjadi salah satu prioritas hidup seorang katolik, maka ia akan mencari alasan untuk merayakannya dan bukan mencari alasan untuk menghindarinya. Sebab dalam misalah manusia kristiani mendengarkan Yesus dan memberi diri disembuhkan ole-Nya sehingga tubuhnya bukan lagi menjadi sarang iblis melainkan menjadi tempat kediaman Tuhan, sebagaimana dialami orang-orang sakit hari Senin dan Selasa, pekan ke-XXIII.

Bagaimanapun misa itu mahapenting bagi seorang yang dibaptis katolik. Sebab dalam misa itulah Kristus mengosongkan diri-Nya dengan mempersembahkan-Nya pada kurban salib demi kehidupan kekal, sehingga kaum peziarah walau masih di bumi, tak ditelan kematian oleh ular tedung iblis, sebagaimana dilansir hari Kamis pada Pesta Salib Suci.

Wahai orang-orang Katolik. Misalah setiap hari. Jangan cari-cari alasan untuk menghindar darinya. Kata Paulus, hari Selasa dan Rabu, “Hiduplah oleh Kristus. Berkomuniolah terus dengan Dia saat di dunia. Carilah perkara-perkara surgawi jangan hanya duniawi.”

Untuk membangun keutamaan mahapenting seperti ini, kita harus belajar banyak kepada Bunda Maria, bunda kita. Ia berani menempuh setiap jalan salib demi tetap dalam komunio dengan Kristus, sebagaimana dilansir hari Kamis. keutamaan mendengar dan berkomunio dengan Kristus membuat rumah imannya tak pernah roboh oleh badai kehidupan yang ia hadapi, sebagaimana pesan di ujung ziarah hari ini.

Mari biasakan diri untuk tidak sekedar menyebut Tuhan-Tuhan…Yesus…Yesus, yang dikumandangkan Tuhan di ujung ziarah hari ini. Mari jadikan hari hidup anda untuk melaksanakan apa yang telah Ia katakan dalam ziarah hidup kita:”Makanlah! Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu; minumlah darah-Ku demi pengampunan dosa”. Sebab hanya inilah santapan 4 sehat 5 sempurna bagi jiwa kita, yang akan sangat mempengaruhi buah-buah kehidupan kita. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik, kata Yesus hari ini.

Selamat berakhir pekan. Selamat menyambut misteri di pekan berikut. Salve!

Komentar

Postingan populer dari blog ini