BEREKARISTILAH
Catatan Kedua Diawal Pekan
Manusia itu takdirnya rapuh. Seperti tanah
asalnya, begitu pun manusia. Saat masih kuat tampak bagai batu karang, tetapi
dalam gerusan waktu, perlahan tapi pasti, seseorang akan mulai rapuh bagai
titik-titik debu, yang mudah terhempas oleh badai. Saat puncaknya hanya berkisar di usia 20-30
tahun. Setelah itu mulai rapuh dan lapuk digerus waktu. Itupun kalau
kesehatannya selalu terpelihara apik. Bila tidak maka sakit dan sehat adalah
teman seperjalanan dalam rentang ziarah seseorang. Keduanya akan bergantian
memberi warna bagi kehidupan seseorang, tergantung cuaca apa yang sedang
berkuasa.
Cuaca yang saling bergantian untuk menemani
ziarah hidup seseorang pada gilirannya menciptakan suasana bathin yang berbeda
pula. Bila sehat, bathin terasa bahagia, tenaga seakan mendapatkan kekuatan,
sehingga seseorang bekerja mengais hidup
dengan semangat yang menyala-nyala. Namun bila sakit menggantikan shift, bathin
terasa perih, tenaga lunglai, semua urat nadi seakan berhenti beraktifitas.
Letih, lemah, tak berdaya, bahkan mati. Inilah kondisi riil yang harus
diterima.
Cuaca tak bersahabat sedang menemani ziarah
hamba sang perwira. Raganya lunglai, perih bathinnya. Urat nadi tak berfungsi
mengalirkan kekuatan untuk tubuh membuatnya hanya terbaring dalam rintih. Ia
tak berdaya. Bukan hanya dia. Majikannya yang seorang perwira militer juga
dibuatnya kalap.
Tampaknya semua jalan penyembuhan sudah
ditempuh, namun tak ada yang sanggup memulihkan sang hamba. Di ujung
ketidakberdayaan, ia datang kepada Yesus, menyembah-Nya, kendati ia seorang
kafir. Kedermawanannya untuk membangun rumah ibadat untuk para murid Yesus,
juga perjuangannya untuk mencari dan menjumpai Yesus, serta kesadaran diri saat
berhadapan muka dengan Yesus, sedikit menyibak
fakta bahwa sosok sang perwira ini, seorang beriman sempurna kepada Yesus,
kendati mungkin secara formal ia belum dibaptis dalam Kristus. Pengetahuannya
luas dan mendalam tentang Yesus. Kedalaman pengetahuan memicunya untuk bangun
dan mencari Yesus. Luas dan dalamnya spiritualitas yang ia miliki memancar saat
berhadapan muka dengan Yesus. “Tuhan saya tidak pantas. Sepatah kata dari
Sabda-Mu menyembuhkan hambaku”.
Ternyata kedalaman iman sang perwira yang
menyentuh tiga sisi kehidupan manusia: kognitif, afektif dan aktif, memiliki efek
yang begitu dahsyat: Iman sang perwira dilihat begitu besar oleh mata Tuhan.
Dan kebesaran iman sang perwira itu pada gilirannya menyembuhkan sang hamba
yang sedang berada di pintu gerbang kematian.
***
Dalam dan besarnya iman adalah tuntutan untuk
seorang yang mengaku menjadi murid Yesus. Sebab hanya murid yang memiliki
kedalaman dan kebesaran iman yang ikut mengatasi penyakit. Sebaliknya murid
yang nihil dan dangkal iman sangat berpotensi untuk menciptakan penyakit untuk
diri sendiri maupun untuk sesama. Itulah sebabnya, kata Paulus, Tuhan
menhendaki agar manusia kristiani memperoleh pengetahuan yang benar agar meraih
keselamatan.
Pengetahuan yang benar akan Kristus, bahwa Dia
mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya sebagai tebusan bagi semua orang, penting
dimiliki oleh insan katoilik zaman ini, agar ia bisa memberi kesaksian itu
dalam hidupnya. Ekaristi harus menjadi kesaksian dan tak sekedar menjadi
ajaran, karena dalam ekaristi seseorang masuk dan mengalami secara nyata
apa yang diajarkan oleh Paulus:”Ia
menyerahkan diri sebagai tebusan bagi banyak orang”. Dalam Ekaristi, pengalaman
sang perwira dan hambanya menjadi pengalaman setiap kita:” Tuhan saya tidak
pantas..tetapi bersabdalah…aku sembuh…”
Mari berekaristi karena itulah identitas hidup
katolik. Mari berekaristi karena dalam ekaristi Tuhan terus dan terus
menyerahkan diri untuk menebus saya dan anda. Mari berekaristi, karena di dalam
misteri ini, Tuhan mengampuni, dan aku disembuhkan.
Komentar
Posting Komentar